Karangpucung, kitaberjejak.blogspot.co.id
– Baju Hijau berkombinasi Putih itu terpaksa kulepas, saat menaiki motor Sport
sejenis KLX ketika gerimis masih saja
tidak menunjukkan i’tikadnya untuk
berhenti berjatuhan di Desa Sindangbarang Karangpucung. Kondisi ini
mengharuskan saya untuk hanya berkaos oblong berwarna hitam, ketika pulang dari
Rihlah bersama sahabat-sahabat
kelompok 6. karena bagi saya baju hijau
tersebut harus terlindungi dari percikan air berlumpur yang ditimbulkan oleh
laju sepeda motor tanpa penutup roda belakang tersebut. Apalagi baju tersebut
masih akan dipakai sampai malam hari, untuk melanjutkan kegiatan Pelatihan Kepemimpinan
Lanjutan (PKL) Gerakan Pemuda Ansor (GP ANSOR) Kabupaten Cilacap.
Rihlah merupakan satu dari sekian Sesi, yang harus diikuti oleh
seluruh peserta PKL GP ANSOR Kabupaetn Cilacap. Pada sesi rihlah ini, peserta diharuskan berbaur dengan masyarakat di wilayah
yang telah ditentukan, untuk mengidentifikasi berbagai persoalan yang dihadapi
oleh masyarakat tersebut. tak hanya di identifikasi, persoalan tersebut juga
harus dianalisa kemudian dirumuskan solusi pemecahan masalahnya dan dituangkan
dalam rekomendasi hasil Rihlah. Rihlah merupakan sesi penghujung dari
rangkaian acara PKL yang diselenggarakan sejak 2 hingga 4 Februari 2018 oleh
Pimpinan Cabang (PC) GP ANSOR Kabupaten Cilacap.
 |
Rihlah di Dusun Jetak, Sindangbarang, Karangpucung |
PKL merupakan kaderisasi formal
tingkat menengah yang hanya dapat diikuti oleh kader GP ANSOR yang telah lulus
kaderisasi tingkat dasar dan hanya dapat diselenggarakan oleh Kepengursan GP
ANSOR setingkat Cabang atau diatasnya. Pada PKL yang diselenggarakan di MI
Nurul Iman Sendangbarang Karangpucung ini, di ikuti oleh 63 Peserta dari 3
kabupaten yang berbeda, yaitu Cilacap, Banyumas dan Purbalingga. Dengan dipandu
langsung oleh instruktur tingkat Wilayah Jawa Tengah, dan 5 Narasumber dari
Pimpinan Pusat GP ANSOR.
Dalam pelaksanaannya, dalam
pandangan saya, PKL ini memiliki beberapa hal yang menarik dan kemungkinan hal
tersebut merupakan sebuah pesan yang memiliki filosofi yang dalam. Dan baru
disadari menjelang Penutupan. Beberapa hal yang menjadi pembelajaran menarik
tersebut diantaranya :
1. Angka
Sembilan (9)
Kita tahu bahwa
angka sembilan merupakan angka yang sangat dekat dengan Organisasi Nahdlatul
Ulama (NU). Angka Keramat yang tidak bisa dilepaskan dengan NU. Hal itu bisa
dilihat dari jumlah bintang yang ada di Lambang NU berjumlah 9 buah, yang
memiliki filosofi bahwa NU itu meneruskan semangat perjuangan Walisongo yang
berjumlah sembilan orang, dalam berdakwah menyebarkan ajaran islam ditanah
jawa.
Tidak hanya di NU,
angka sembilan juga sangat lekat dengan orang jawa. Bahwa dalam tradisi arab
tulisan jawa terdiri dari huruf Jim
dan Wawu yang mana masing-masing
memiliki bobot nilai. Huruf Jim
berbobot 3 dan Wawu berbobot 6 jika keduanya
dijumlahkan hasilnya menjadi angka 9. Lantas apa hubungannya angka 9 dengan PKL
ini?
Pada PKL ini,
jika diperhatikan secara tidak langsung juga penuh dengan angka sembilan. Lihat
saja dari target 100 Peserta yang direncanakan oleh PC GP ANSOR Cilacap, hanya
terpenuhi 63 peserta. Jika angka enam (6) dan angka tiga (3) dijumlahkan, maka
akan menjadi sembilan (9). Mungkin ini hanya kebetulan. Apakah benar kebetulan?
Mari kita cari kebetulan lain yang menunjukkan bahwa PKL ini lekat dengan angka
sembilan.
Yaitu pada
tanggal pelaksanaannya, tanggal 2, 3, dan 4. Jika ketiga angka tersebut
dijumlahkan maka hasilnya adalah sembilan. 2+3+4 = 9. Padahal sebelumnya PKL
ini sudah diagendakan pada tanggal 19, 20, 21 Januari 2018, namun atas kehendak
Alloh baru dapat dilaksanakan pada tanggal 2, 3, 4 Februari. Dan pelaksanaan
PKL ini juga pada tahun 2018 yang dalam penulisannya biasa disingkat dengan
’18, jika dijumlahkan juga menjadi sembilan.
Saya kira
terlepas dari kebetulan-kebetulan tersebut, yang hanya Alloh yang tahu atas
kebenarannya, ada pesan yang disampaikan kepada semua orang yang terlibat,
terutama para peserta, bahwa PKL ini harus melahirkan kader yang benar-benar
siap untuk meneruskan garis perjuangan Nahdlatul Ulama. Kader yang memiliki
semangat perjuangan walisongo dalam mendakwahkan ajaran islam yang membawa
rahmat untuk seluruh masyarakat jawa dan masyarakat umum.
2. Filosofi
Bambu dan Semangat Perjuangan.
PKL ini juga
identik dengan Bambu, hampir semua orang yang terlibat dalam PKL menyapakati
hal ini. Terbukti dari obrolan yang lalulalang digroup Whatsapp terlihat peserta
PKL, Instruktur, dan Pimpinan GP ANSOR Cilacap ramai membicarakan tentang keberadaan
Bambu di PKL ini. Sebenarnya hanya ada 2 moment yang memperlihatkan kehadiran
bambu dalam kegiatan ini, yaitu saat sesi istirahat makan, dan Saat Ketua
Pimpinan Wilayah (PW) GP ANSOR Jawa Tengah mem-baiat atau melantik 63 Peserta PKL.
Moment pertama
adalah saat Istirahat makan, Selama saya mengikuti kegiatan ke-GP ANSOR-an,
baru di PKL ini saya menemukan dan merasakan sayur Pohon Bambu sebagai hidangan
yang disajikan oleh panitia untuk dimakan Peserta dan orang yang hadir dalam
PKL. Dihari ke 2 kegaiatan PKL, hampir seharian peserta disuguhi sayuran yang
oleh orang cilacap kebanyakan disebut dengan sayur rebung (Bambu Muda) ini.
Selanjutnya adalah
Saat Pelantikan yang dilakukan oleh Solahudin Aly, Ketua PW GP ANSOR Jawa Tengah. Sebelum pelantikan,
terlihat Ketua PW GP ANSOR memeluk sebilah potongan bambu, yang kemudian
dicelupkan dalam air yang digunakan untuk membasuh kepala seluruh peserta yang
dilantik. Awalnya saya agak keheranan dengan apa yang dilakukan oleh Ketua PW
GP ANSOR tersebut. Namun keheranan itu terjawab ketika beliau memberikan Arahan
kepada seluruh peserta terlantik.
 |
Solahudin Aly, Ketua PW GP ANSOR Jateng |
Beliau menyampaikan
bahwa dirinya baru saja mendapat ijazah dari seorang guru, dan gurunya tersebut
mendapat ijazah berupa Bambu Runcing
yang diberikan langsung oleh KH Subchi Parakan (wafat 1959) atau yang lebih
dikenal dengan Kyai Bambu Runcing yang berasal dari Parakan Temanggung.
Dikalangan NU
kyai Subchi sudah masyhur dikenal sebagai seorang pejuang yang gigih untuk
merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Beliaulah yang menggalang kekuatan para
pemuda untuk merebut dan membela Kemerdekaan RI tersebut. beliau juga dikenal
sebagai salah satu Guru dari Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Semangat perjuangan
mbah Subchi inilah yang harus diteruskan oleh kader GP ANSOR, terutama yang
telah mengikuti PKL. Apalagi telah dilantik dengan air yang sudah mendapat
sentuhan dari Bambu Runcingnya Mbah Subchi.
Selain semangat
perjuangan mbah Subchi, Sebagai Kader GP ANSOR juga harus memahami Filosofi
Bambu, saya mencoba mencari referensi di internet yang mengulas tentang
Filosofi pohon bambu. Disana disampaikan bahwa bambu tidak akan menunjukkan
pertumbuhan berarti selama 5 tahun pertama. Walaupun setiap hari disiram dan
dipupuk, tumbuhnya hanya beberapa puluh centimeter saja. Namun setelah 5 tahun
kemudian, pertumbuhan pohon bambu sangat dahsyat dan ukurannya tidak lagi dalam
hitungan centimeter melainkan meter. Pohon bambu pada usia lima tahun pertama
ia mengalami pertumbuhan dahsyat pada akar Bukan pada Batang, yang artinya,
pohon bambu sedang mempersiapkan pondasi yang sangat kuat agar ia bisa menopang
ketinggiannya yang berpuluh puluh meter kelak dikemudian hari.
Sebagai kader
harus siap sedia menggarap ummat di akar rumput, harus membuat pondasi
organisasi yang kuat, di tingkatan yang paling bawah sekalipun. Agar nantinya bangunan
organisasi menjadi kokoh dan dan tahan banting meskipun berbagai badai
menerjangnya. Jikapun nanti sudah berhasil dari membuat bangunan organisasi,
diri setiap kader tidak lantas berbesar hati, berbangga diri melainkan harus
tetap rendah hati, menjauhkan dari congkak dan kesombongan.
3. Loyalitas
dan Totalitas.
Pembelajaran ini
saya dapatkan dalam PKL ini melihat dari apa yang dilakukan oleh pantia
pelaksana. Mereka dengan penuh serius mempersiapkan segala hal guna suksesnya
acara pengkaderan ini. Mulai dari menyiapkan tempat, membuat ijin dan
pemberitahuan ke berbagai pihak, mencari dukungan, menghubungi narasumber dan
hal lainnya yang semuanya harus disiapkan agar PKL dapat berjalan lancar. Tidak
mudah untuk melakukan itu semua, tidak semua orang dapat melakukannya meskipun
terlihat sederhana. Butuh orang yang memiliki jiwa Totalitas tinggi untuk
bersedia menyiapkan semuanya, apalagi kegiatan yang melibatkan banyak orang,
dilakukan lebih dari 2 hari dan tentunya orang yang mempersiapkan juga memiliki
kesibukan lainnya yang tidak hanya mengurusi PKL. Karena cintalah orang akan
melakukannya meskipun banyak menuai tantangan, karena cintalah orang bersedia
melakukannya terus menerus bahkan harus mengorbankan dirinya sendiri agar
kegiatan yang sedang di persiapkan dapat berjalan lancar.
Begitulah kader yang
memiliki totalitas dan loyalitas tinggi terhadap organisasi. Dan saya melihat
itu juga yang dicontohkan oleh panitia pelaksana kegiatan PKL ini. Kang Narto
misalnya, Ketua Panitia pelaksana PKL yang tidak dapat mengikuti dan memantau
jalannya PKL. Dirinya harus pulang untuk istirahat bahkan harus dilarikan ke
klinik, karena kondisi kesehatan yang menurun akibat harus mempersiapkan semua
kegiatan PKL dan kegiatan sebelumnya. Sampai malam terakhir kegiatan, kang
narto belum dapat bergabung dengan yang lain karena masih harus Istirahat. Tidak
hanya kang Narto, belakangan saya mendengar kabar, salah satu panitia Kang Aziz,
juga dilarikan ke Klinik untuk Opname karena kondisi fisik yang menurun. Bagi saya,
Keduanya menjadi pembelajaran dan potret kader yang memiliki Loyalitas yang
tinggi terhadap organisasi.
Bahwa menjadi kader harus penuh totalitas
melaksanakan mandat yang diberikan oleh organisasi kepada dirinya. Apapun yang
terjadi, tugas harus dituntaskan semaksimal mungkin.
Beberapa hal diatas saya dapatkan selama mengikuti proses
PKL, dan tentunya masing-masing yang terlibat dalam PKL memiliki pembelajaran
tersendiri. Silahkan mengambil hikmah dari apa yang saya tuliskan. Wallohu A’lam Bishhowab.
-----
Baju hijau berkombinasi putih itu
adalah identitas organisasi, siapapun yang memakainya harus menjaganya, harus
mampu memberikan yang terbaik. Karena siapapun yang memakai identitas
organisasi, sebenarnya dirinya sedang mencitrakan organisasi tersebut. sehingga,
jikapun kita belum bisa memberikan yang terbaik untuk organisasi kita, minimal
jangan sekali-sekali membuat “kotor” organisasi kita. (123)